Menu Tutup

Derap Roda Barang Cepat

Foto : KA Barang Cepat di Surabaya Pasar Turi, diambil dari buku Mengenal Sarana Angkutan Kereta Api koleksi Bpk. Abdullah Widjaja

Derap roda KA Barang Cepat dimulai pada era 1950an. Pada waktu itu, DKA baru saja membeli 1000 unit gerbong tertutup jenis GLT dari Werkspoor, Belanda. Sejak kedatangan 1000 unit gerobak jenis GLT sekitar 1952, ditambah kehadiran CC200 pada 1953, DKA mampu membuat KA Barang Tjepat relasi Cipinang-Surabaya Pasar Turi, dengan stamformasi yang tidak biasa. KA ini terdiri dari 80 unit GLT yang dirangkai jadi satu, sepanjang 640 meter (belum termasuk lok). KA ini lebih dikenal dengan nama Gadjahmada di kalangan pegawai. KA ini merupakan KA kebanggaan pegawai pada waktu itu, termasuk bagi kru yang berdinas.

Seiring berjalannya waktu, terdapat masalah. GLT yang masih menggunakan suspensi model single link suspension pernya mudah patah. Saat per patah dan tidak diganti, yang terjadi adalah anjlokan. Terkadang tidak hanya satu gerobak yang anjlok, bisa lima sampai sepuluh gerobak yang anjlok akibat terseret. Solusi dari masalah ini adalah pergantian suspensi menjadi model double link suspension.

Pergantian suspensi tidak dapat dilakukan secara sekaligus, karenanya diperlukan solusi lain. Sepanjang Tegal-Surabaya Pasar Turi, Gadjahmada berjalan sepanjang malam. Karenanya, di antara Tegal-Bojonegoro, di beberapa stasiun, ditempatkan petugas-petugas yang bertugas mengecek kondisi per gerobak KA Gadjahmada secara pagar betis. Petugas ditempatkan di sisi kiri dan kanan rel, lalu dengan alat penerangan, menyorot bagian bawah gerobak KA Gadjahmada saat KA tersebut lewat. Mereka mengecek apakah ada per yang patah. Saat ditemukan per yang patah, KA akan BLB di stasiun terdekat dan dilakukan perbaikan/pergantian per jika memungkinkan. Nasib dari Gadjahmada sendiri tidak diketahui. Kemungkinan Gadjahmada dipecah menjadi beberapa rangkaian untuk efisiensi operasi, serta namanya tenggelam.

KA Barang Tjepat di era 1950/60an. Foto koleksi Yoga Bagus Prayogo

Memasuki era 1960an, DKA meluncurkan KA Barang Tjepat. Pada 01 Juli 1960, DKA meluncurkan KA Barang Tjepat relasi Jakartagudang – Semarang – Surabaya Pasar Turi, dan Bandunggudang – Surabayagudang. KA Barang Tjepat sendiri sering disingkat sebagai BT ataupun KABAT. Formasi rangkaian keduanya kemungkinan seperti pada foto di atas, dengan armada GLT ataupun GR-120000 yang ditarik CC200/BB200. Dua tahun kemudian, DKA meluncurkan KA Barang Tjepat relasi Jakartagudang – Yogyakarta – Surabayagudang. Muatan KABAT sendiri terdiri dari barang-barang kiriman ekspedisi yang sangat bervariatif, mulai dari sembako hingga gulungan kertas. Masing-masing perusahaan ekspedisi akan menyewa gerbong untuk mengangkut muatan dari pelanggannya.

Pada 1962, DKA membeli 455 unit gerbong tertutup baru dari Belanda. Gerbong tertutup ini diberi nama GWB, menggunakan rem udara tekan, berbeda dengan GLT yang menggunakan rem vakum. GWB memiliki nomor GW-151001 hingga 151455. GWB kemudian menggantikan posisi GLT pada formasi KA Barang Tjepat. Gerbong ini memiliki berat kosong 7,6 ton, dengan kapasitas muatan 15 ton. Gerbong ini memiliki panjang 8160 mm, lebar 2444 mm, dan tinggi 3295 mm. Gerbong ini dapat dipacu hingga 75 km/jam.

GWB/GW seri 151xxx

Kemudian pada 17 Januari 1963, diluncurkan KA Barang Tjepat relasi Bandunggudang-Tanjungpriok Gudang. KA ini memiliki jadwal keberangkatan dari Tanjugpriok Gudang pukul 19.45, dan tiba di Bandunggudang pada pukul 03.00. Dari Bandunggudang, KA ini berangkat pada pukul 20.00, dan tiba di Tanjungpriok Gudang pukul 06.00. KA ini terdiri dari 20 gerobak GLT dengan kapasitas muatan total 200 ton. KA ini dijalankan setiap hari kecuali hari Minggu dan hari besar Nasional. Kemudian, perjalanan KABAT Jakarta – Surabaya via Yogyakarta ditambah menjadi dua rangkaian. Selain itu, PNKA juga menjalankan KABAT khusus yang mengangkut semen dengan relasi Jakartagudang – Surabaya Pasar Turi.

Pada 1965, KABAT terdiri dari :

BT1BT2BT3BT4
Surabaya Pasar Turi 17.25Jakartagudang 19.38Surabaya Pasar Turi 19.10Jakartagudang 22.58
Semarang Poncol 01.46, 02.38Cirebon 01.09, 01.54Semarang Poncol 03.26, 04.19Cirebon 04.54, 05.49
Cirebon 08.42, 09.49Semarang Poncol 07.54, 09.00Cirebon 10.32, 11.50Semarang Poncol 12.46, 13.50
Jakartagudang 16.01Surabaya Pasar Turi 19.30Jakartagudang 18.26Surabaya Pasar Turi 00.18

BT1 dan BT2 adalah KABAT khusus Semen

BT5BT6BT7BT8
Surabayagudang 17.51Jakartagudang 17.48Surabayagubeng 19.48Jakartagudang 21.28
Lempuyangan 03.29, 04.45Kroya 05.14, 05.23Lempuyangan 04.51, 05.55Kroya 10.07, 11.33
Kroya 08.05, 08.13Lempuyangan 09.43, 11.41Kroya 09.42, 10.42Lempuyangan 15.50, 13.33
Jakartagudang 23.11Surabayagudang 21.45Jakartagudang 00.11Surabayagubeng 02.05
BT9BT10
Bandunggudang 22.00Tanjungpriok 18.30
Tanjungpriok 04.28Bandunggudang 00.32
BT11BT12
Kroya 10.21Bandunggudang 01.50
Bandunggudang 20.24Kroya 11.33

Rangkaian BT11 dan BT12 dirangkai dengan BT7 dan BT8. Setiap harinya, BT7 melepas sebagian rangkaiannya di Kroya, sementara BT8 ditambah gerbongnya di Kroya. KABAT biasanya dihela oleh CC200, BB200, maupun BB301.

Namun, KABAT Bandunggudang – Tanjungpriok dihapus di kemudian hari, menyusul KABAT Jakarta – Surabaya via Yogyakarta juga dihapus. KABAT Utara sendiri cenderung stagnan, walaupun jumlah pemberangkatannya dapat mencapai 3 kali sehari. Waktu tempuhnya juga tidak banyak berubah. Di era 1970an, PJKA sempat meluncurkan KABAT Barat relasi Angke – Merak. Namun, KA ini tidak bertahan hingga era 1980an. Penggunaan GWB pada formasi KABAT sendiri membawa efek samping berupa anjlokan. GWB berulangkali anjlok, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.

Rangkaian KABAT yang terguling di Baureno pada November 1977. Diambil dari harian Pelita koleksi Perpustakaan Nasional

Memasuki era 1990an, KA Barang Cepat (BC) mendapat saingan baru. Perumka meluncurkan KA Barang Ekspres (KABE) pada 1990. Berbeda dengan BC, KABE menggunakan gerbong tertutup bergandar 4 buatan Rumania yang memiliki kapasitas muatan 30 ton. Tentang gerbong ini dapat dibaca pada tautan  ini . Armada KABE sendiri diberi warna putih dengan garis merah.

Rangkaian KABE di Surabaya Pasar Turi. Foto koleksi Bpk. Abdullah Widjaja

Kehadiran KABE cukup mengancam eksistensi BC. KABE memiliki kapasitas muatan yang lebih besar, serta kecepatan operasi yang lebih tinggi. Namun, nasib baik justru berpihak pada BC. Pada 1994, KABE dihapus. Dihapusnya KABE membuat formasi BC berubah. GWB yang setia menemani BC sejak 1962 ditukar dengan gerbong tertutup bergandar 4 milik Depo Gerbong Maos. Pada periode 1994 hingga sekitar 1996, BC berjalan dengan formasi campuran gerbong gandar 4 dan gandar 2. Selain itu, memasuki era 1990an, frekuensi BC turun menjadi hanya 1 keberangkatan per hari.

Rangkaian KA BC di sebuah stasiun di lintas Utara, 1995. Foto : Perumka, dalam buku 50 Tahun Perkeretaapian Indonesia

Armada-armada gerbong gandar 4 milik BC kemudian diberi warna silver dengan garis biru. Pada masa ini juga BC mendapat pesaing baru, yakni Parcel. Berbeda dengan BC, Parcel menggunakan armada berupa kereta bagasi. Parcel awalnya terdiri dari campuran sekitar 8 kereta bagasi ditambah dengan 2 kereta kelas Ekonomi, serta 1 kereta pembangkit. Namun, BC mampu bertahan.

Memasuki era 2000an, BC biasanya terdiri dari 15-20 gerbong gandar 4. Selain itu, pada ekor rangkaian BC terdapat sebuah gerbong datar yang ditambahi kontainer sebagai kabus. Kabus digunakan oleh Kondektur serta Pengawal KA dari pihak ekspedisi. Riwayat BC berakhir pada akhir 2011, setelah KA ini dihapus oleh KAI. Menutup sejarah panjang yang dimulai sejak 1950an.

BC di akhir masa operasinya. Foto : Narendro Anindito

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Diperbolehkan Menyalin Isi Laman Ini