Menu Tutup

Gagasan Kereta Bawah Tanah Untuk Jakarta

Foto : MRT Jakarta (Farouq Adhari)

Disarikan dari artikel “Kereta Api Bawah Tanah untuk Djakarta? Politik Pengangkutan di Djakarta” pada Majalah Berita DKA No. 11, edisi November 1956

Pada saat Walikota Jakarta dijabat oleh Sjamsuridjal, sempat muncul gagasan untuk membuat kereta bawah tanah di Jakarta. Namun, gagasan ini tidak terdengar lagi gaungnya pada 1956. B.S Anwir melalui artikelnya mengungkit kembali wacana ini. Jakarta pada era 1950an adalah metropolitan yang sedang bertumbuh, dimana alat-alat transportasi, mulai dari bus, trem, hingga kereta listrik mulai tidak mampu mengimbangi kebutuhan seiring dengan bertambahnya penduduk Jakarta. Kemacetan juga sudah mulai terjadi, seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak. Berangkat dari kenyataan ini, B.S Anwir mengungkapkan beberapa gagasan terkait dengan kereta bawah tanah bagi Jakarta.

B.S Anwir menyadari jika biaya proyek ini akan sangat mahal, karenanya ia mengusulkan agar proyek ini dibangun secara bertahap, menyesuaikan Rencana 5 Tahun Pemerintah Pusat. Dalam pandangan B.S Anwir, kereta bawah tanah ini akan ujung-ujung kota Jakarta, diposisikan di bawah jalan-jalan raya yang penting. B.S Anwir merencanakan jika Depo Kereta Bawah Tanah dibangun di Kebayoran. Untuk rute-rute yang diusulkan sebagai berikut :

  • Lintas I : Loopline Kebayoran. Rute ini melalui Jalan Jenderal Soedirman, berbelok ke Pasar Rumput hingga Manggarai – Jalan Bukitduri – Jalan Jatinegara Barat – Bidaracina – Polonia – Jalan Jatinegara Timur – Jalan Raya Matraman – Salemba – Kramat – Gunung Sahari – Jalan Jakarta – Pasar Ikan – Jalan Hayam Wuruk – Jalan Majapahit – Jalan Tanahabang Barat – Stasiun Tanahabang – Karet – Kebayoran Lama – Kebayoran.
  • Lintas II : Loopline Tanjungpriok. Rute ini dimulai dari Tanjungpriok, melalui Kemayoran –  Tanahtinggi – Rawamangun – Stasiun Jatinegara – Matraman Raya – Pegangsaan Timur – Cikini – Menteng – Medan Merdeka Timur – Pecenongan – Tamansari – Kota (Kota Tua) – Tanjungpriok.
  • Lintas III : Kebayoran – Tanjungpriok. Rute ini melalui Jalan Jenderal Soedirman – M.H Thamrin – Medan Merdeka Selatan – Kramat – Stasiun Pasarsenen – Bandara Kemayoran – Tanjungpriok.

B.S Anwir mengusulkan jika setelah jalur-jalur kereta bawah tanah ini selesai dibangun, maka Pemerintah Kota Jakarta perlu menyesuaikan kembali rute-rute bus kota, baik milik Pemkot maupun Swasta. Rute-rute bus kota dialihkan untuk melayani kawasan-kawasan yang tidak dilewati oleh kereta bawah tanah.

B.S Anwir juga menyoroti masalah kemacetan di perlintasan sebidang pada lintas Manggarai – Jakarta Kota. Masalah ini juga sudah mencuat pada era 1950an, jauh sebelum Orde Baru membangun jalan rel layang Manggarai – Jakarta Kota. Perdebatan muncul tentang apakah jalan rel harus dibuat layang, atau perlintasan sebidang yang dihilangkan dengan pembangunan underpass. B.S Anwir sendiri lebih menyarankan hal kedua, menghilangkan perlintasan sebidang. B.S Anwir berpendapat jika pembangunan rel layang akan mengurangi estetika kota, serta biaya pembangunan stasiun dianggap akan tidak sebanding dengan pendapatannya. B.S Anwir berpendapat beberapa perlintasan penting dapat dibuat underpass, diantaranya Jalan Diponegoro, Taman Cut Mutia, Medan Merdeka Selatan dan Utara, Krekot, Jalan Jakarta, Jalan Garuda, dan Jalan Bungur Besar. Namun, yang lebih ekstrem, B.S Anwir mengusulkan untuk membongkar lintas Manggarai – Jatinegara apabila Kereta Bawah Tanah Lintas II yang diusulkannya telah dibangun. Selain itu, B.S Anwir berpendapat jika rangkaian KRL di lintas dalam kota Jakarta lebih baik dikurangi, atau bahkan dihilangkan, saat kereta bawah tanah telah beroperasi. KRL ini kemudian difokuskan untuk melayani lintas Jakarta – Bogor.

56 tahun setelah B.S Anwir menulis usulan ini, pembangunan MRT di Jakarta mulai dikerjakan. MRT Jakarta tidak sepenuhnya beroperasi di bawah tanah, sebagian segmennya berada di atas tanah. 63 tahun setelah usulan B.S Anwir ini barulah MRT Jakarta mulai beroperasi. Hingga saat ini, MRT Jakarta terus dikebut pembangunannya untuk melengkapi fase 1 (Lebakbulus – Kota) dan rute Barat – Timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Diperbolehkan Menyalin Isi Laman Ini