Peluncuran KA Gunung Jati, Cirebon, 1 Februari 1973. Foto koleksi Perpusnas, discan oleh Rizki Fajar Novanto
Gunung Jati melayani rute Cirebon-Jakarta, selama kurang lebih 20 tahun. Awalnya, Gunung Jati adalah KA Bendera. Namun, seiring berjalannya waktu, Gunung Jati turun kasta menjadi KA Ekonomi, dan pada akhirnya dihapus.
Sebelum Gunung Jati, PNKA sudah meluncurkan KA Pattas relasi Jakarta Pasar Senen-Cirebon pada 15 Maret 1970. Pattas ini menempuh perjalanan selama 4 jam 30 menit. Pada hari Jumat, 24 Desember 1971, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Soempomo Bajuadji, meresmikan percepatan waktu tempuh KA Pattas Jakarta-Cirebon di stasiun Cirebon Kejaksan. KA Pattas per hari itu menempuh Cirebon-Jatinegara selama 3 jam 15 menit.
Ada sedikit missing link antara Pattas-Gunung Jati. Pada Jadwal 1971 koleksi Bpk. Indra Krishnamurti, sudah terdapat nama Gunung Jati. Sementara pada booklet terbitan PJKA, Gunung Jati ditulis baru diluncurkan pada 1 Februari 1973. Ada kemungkinan nama Gunung Jati sudah digunakan untuk nama KA Pattas Jakarta-Cirebon, namun tidak begitu dikenal oleh masyarakat sehingga kalah dengan sebutan Pattas. Sampai akhirnya, PJKA “meresmikan” nama Gunung Jati pada 1 Februari 1973.
Gunung Jati diluncurkan PJKA pada 1 Februari 1973 sebagai KA Ekspres/Cepat. Gunung Jati merupakan peningkatan dari Pattas Cirebon-Jakarta yang diluncurkan pada 1970. Jika Pattas menempuh Cirebon-Jakarta selama 3 jam 25 menit, Gunung Jati memangkasnya menjadi hanya 2 jam 30 menit, dengan kecepatan maksimal hingga 100 km/jam seiring dengan peningkatan kualitas lintas CN-CKP. Gunung Jati menggunakan CW (Kereta Kelas 3 dengan rem Westinghouse) berlivery putih terang dengan lining biru di bawah jendela. Peluncuran Gunung Jati dihadiri oleh Menteri Perhubungan Frans Seda dan Menteri/Kepala Bappenas Widjojo Nitisastro. Walikota Cirebon Letkol Tatang Suwardi menyebut Gunung Jati sebagai hadiah ulang tahun ke 602 untuk Kota Cirebon.
Pada 1976, rangkaian Gunung Jati diganti dengan KRD seri MCW301. Selama menggunakan MCW301, formasinya biasanya 3 set/6 kereta, meskipun terkadang bertambah menjadi 4 set/8 kereta. Penggunaan KRD seri 301 hanya bertahan satu tahun. Pada 29 Agustus 1977, PJKA dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meresmikan program KA Kota yang armadanya menggunakan KRD seri 301 dan KRL Rheostatik. Akibatnya, MCW301 ditarik dari dinasan Gunung Jati dan diganti dengan K3/CW yang ditarik lokomotif. Pada masa inilah terjadi penurunan pelayanan pada Gunung Jati. Keterlambatan menjadi sangat besar (hingga 120 menit), dan air toilet tidak pernah ada yang membuat bau tidak sedap.
Sekitar 1982, Gunung Jati dinaikkan statusnya menjadi KA Kelas 2/Bisnis. Rangkaiannya tidak menggunakan kereta yang ditarik lok, namun menggunakan KRD seri 302 dengan kode MBW. Gunung Jati dijatah sekitar 12 unit MBW302 yang biasanya didinaskan dalam formasi 2 set/4 kereta per rangkaian. KRD MBW ini dibuat dengan memodifikasi KRD seri MCW302. MBW302 milik Gunung Jati menggunakan livery putih dengan lining merah besar pada bagian jendela.
Sekitar 1985, formasi KRD Gunung Jati sudah berantakan. Formasi Gunung Jati menjadi 3/4 K2 + KM2 + 4 KD2. Pada Alokasi Kereta 1986, Cirebon sudah memiliki 11 unit K2 dan 4 unit Restorasi kelas 2 (3 unit KM2 dan 1 unit M2). Kereta-kereta kelas Bisnis ini merupakan “buangan” dari Bandung setelah Parahyangan menerima kereta bisnis baru buatan INKA. Dalam formasi oplosan ini mesin KRDnya sebagian masih berfungsi, walaupun hanya untuk membuka pintu dan menyalakan kipas angin.
Gunung Jati diturunkan statusnya menjadi KA Ekonomi sekitar 1989. Pada November 1989, PJKA meluncurkan Cirebon Ekspres (yang awalnya adalah KA Bisnis), yang berimbas pada turun kastanya Gunung Jati menjadi KA Ekonomi. Rangkaian Gunung Jatipun digabung dengan rangkaian Tegal Arum, berjalan dengan pola N Slag. Pola rotasi rangkaian Gunung Jati-Tegal Arum menjadi TG-JAK-CN-JAK-TG.
Gunung Jati dihilangkan sekitar 1990/1991. Nama Gunung Jati sudah tidak ada dalam jadwal 1992 terbitan Perumka, menutup sejarah Gunung Jati.
Referensi :
Pelita I P.N Kereta Api Eksplotasi Barat. 1970. Karya Pustaka;Jawa Barat
Harian Berita Buana, 6 Februari 1973