Kereta Api Bima II (Jakarta – Surabaya Gubeng) membelah malam, foto : Alm. M. V. A Krishnamurti
Hujan mengguyur dengan deras di bulan Juni 1968, saat Madkasan berjalan pulang dengan menelusuri rel kereta api setelah menghadiri acara peringatan Maulid Nabi di rumah rekannya. Waktu menunjukkan sekira pukul 01 dinihari. Saat berjalan di km 407+7/8 petak Kemranjen – Kroya, Madkasan terperosok ke lubang yang tiba-tiba menganga di rel saat kakinya menginjak rel. Lubang tersebut cukup besar, sedalam 3 meter dengan lebar 1,5 meter. Beruntung satu tangan Madkasan mampu berpegangan pada rel, sementara satu tangan lainnya memegangi bantalan rel dengan erat. Sekuat tenaga Madkasan kemudian bangkit dari lubang tersebut. Sembari memijiti kakinya, Madkasan duduk di dekat lubang tersebut. Tiba-tiba, Madkasan teringat jika sebentar lagi KA Bima II (Jakarta – Surabaya) akan melintas. Rumahnya yang berada di dekat rel membuatnya hafal jam-jam KA melintas. Membayangkan kejadian yang akan terjadi apabila KA Bima II terperosok lubang tersebut, Madkasan segera berlari menuju rumahnya.
Di rumahnya, Madkasan menyiapkan obor. Obor diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu, lalu dinyalakan. Madkasan kemudian bergegas kembali menuju rel. Ia mengambil posisi sekitar 100 meter sebelum lubang tersebut, menghadap ke arah Kroya. Tidak lama setelah mengambil posisi, terdengar deru kereta api dan sorot lampu dari arah Kroya. Madkasan kemudian melambai-lambaikan obornya, serta memutar-mutar obornya di atas kepalanya, memohon agar KA Bima II berhenti. Dalam gelap malam dan guyuran hujan, tanpa mempedulikan apakah ia akan dimarahi atau diberi hukuman, bahkan tanpa memedulikan apakah dia akan terlindas KA Bima II, Madkasan teguh berdiri melambai-lambaikan obornya, berusaha menghentikan KA Bima II. Beruntung, KA Bima II melambat, lalu berhenti.
Setelah KA berhenti, Madkasan dipanggil oleh Masinis KA Bima II. Ia lalu menjelaskan apa yang terjadi di depan KA Bima II yang berhenti. Bersama masinis dan beberapa orang penumpang, Madkasan kemudian memeriksa lubang yang menganga di rel. Rasa syukur terucap di benak masinis dan penumpang karena terhindar dari bahaya. Diantara penumpang terdapat Panglima KOSTRAD, Mayjend Kemal Idris. KA Bima II kemudian mundur ke Kroya, mengajak serta Madkasan ke Kroya. Di Kroya, secara spontan penumpang KA Bima II mengumpulkan uang sumbangan serta barang-barang yang untuk diberikan kepada Madkasan. Terkumpul uang sejumlah Rp. 15.000 serta beberapa potong pakaian dan makanan yang seluruhnya diserahkan ke Madkasan. Madkasan menerimanya dengan penuh kebingungan. Madkasan hanyalah seorang buruh tani yang hidup dengan istri beserta 8 anak serta 2 cucunya, dan ia belum pernah memegang uang sebanyak itu. Selain itu, Madkasan kemudian juga menerima uang sebesar Rp. 10.000 beserta piagam penghargaan dari PNKA.
Referensi
Mimbar Kabinet Pembangunan edisi November 1968, koleksi Perpustakaan Nasional, dengan parafrase seperlunya tanpa menghilangkan kandungan artikel.