(Diambil dari dokumen PJKA, ditulis ulang oleh Bima Budi Satria)
9 Oktober 1987, km 17+252 antara Setasiun Kebayoran-Setasiun Sudimara
Stamformasi rangkaian :
-KA 220 Tanahabang – Merak
BB 303 16
KB3-65601
K3-66505
K3-66501
K3-64528
K3-64541
K3-64519
K3-64506
-KA 225 Rangkasbitung – Jakartakota
BB 306 16
K3-65626
K3-65654
K3-65639
K3-65604
K3-65656
K3-65648
K3-64611
Urutan Perka (Perjalanan KA) sewaktu kejadian :
06.25 KA 220 dat Kby
06.35 KA 251 ber Sdm
06.45 KA 251 dat Kby
06.50 KA 220 ber Kby
06.52 KA 225 ber Sdm (tanpa perintah)
07.05 KA 220 dan 225 bertabrakan
Kronologis kejadian :
a. KA 225 menurut jadwal seharusnya masuk di stasiun Sudimara jam 06.40 dan menunggu bersilang dengan KA 220 yang masuk di stasiun Sudimara jam 06.49.
b. KA 225 mengalami keterlambatan 5 menit. Pada saat itu, di stasiun Sudimara sudah ada KA 1035 (KA Barang) yang berada di jalur II, maka KA 225 oleh PPKA Sudimara dimasukkan ke jalur III dikarenakan jalur I kondisinya kurang baik dan hanya digunakan untuk langsiran dan menyimpan sarana. Jadi, emplasemen Sudimara dianggap sudah penuh dan tidak dapat menerima persilangan KA. KA 1035 sendiri tidak dapat diberangkatkan karena menunggu disilang KA 220 dan disusul beberapa KA.
c. Dikarenakan stasiun Sudimara tidak dapat menerima persilangan, maka harus dipindahkan ke stasiun Kebayoran. Untuk memindahkan persilangan tersebut, sesuai peraturan, PPKA Sudimara harus meminta ijin terlebih dahulu kepada stasiun Kebayoran. Bila ijin diberikan, PPKA Sudimara membuat bentuk Pemindahan Tempat Persilangan (PTP) dan memberikannya kepada masinis dan kondektur KA 225.
d. Namun kenyataannya PPKA Sudimara telah membuat bentuk PTP dan diserahkan kepada masinis dan kondektur KA 225 tanpa persetujuan PPKA Kebayoran. Penyerahan bentuk PTP tersebut juga menyalahi aturan karena diwakilkan kepada PLKA KA 225. Seharusnya PPKA sendiri yang wajib menyerahkan kepada masinis dan kondektur. Setelah PTP diberikan, PPKA Sudimara menghubungi PPKA Kebayoran untuk meminta ijin memindahkan persilangan. PPKA Kebayoran menjawab: “Gampang, nanti diatur”.
e. Setelah komunikasi antara PPKA Sudimara dan PPKA Kebayoran, di stasiun Kebayoran terjadi pergantian petugas PPKA dari dinas malam ke dinas pagi. Pada saat serah terima dinasan, PPKA dinas malam memberitahu kepada penggantinya bahwa KA yang belum masuk dari arah Sudimara adalah KA 251, 225, dan 1035. Saat itu KA 251 sudah dalam perjalanan menuju Kebayoran dan bersilang dengan KA 220 yang sudah menunggu di Kebayoran.
f. Setelah KA 251 masuk Kebayoran, PPKA Kebayoran meminta “aman” ke PPKA Sudimara untuk memberangkatkan KA 220. PPKA Sudimara menjawab: “Tunggu aman saya, saya lagi sibuk”. Semestinya PPKA Sudimara menjawab “Tidak, tunggu” untuk tidak memberikan ijin “aman” kepada stasiun Kebayoran dan mengabarkan bahwa Sudimara masih ada KA yang harus berangkat ke Kebayoran. Kemudian komunikasi kedua PPKA ditutup.
g. Ternyata PPKA Kebayoran tetap memberangkatkan KA 220 walaupun stasiun Sudimara belum memberikan “aman”. PPKA Kebayoran berasumsi bahwa KA 225 belum masuk Sudimara dan dari kebiasaan bahwa persilangan resmi tetap di Sudimara. Setelah KA 220 berangkat, PPKA Kebayoran mengabarkan kepada PPKA Sudimara bahwa KA 220 telah berangkat dari Kebayoran. Sesuai aturan, KA hanya boleh diberangkatkan setelah stasiun yang dituju KA telah memberikan “aman”.
h. Mendapat pemberitahuan bahwa KA 220 telah berangkat, PPKA Sudimara menjadi bingung karena PTP terlanjur telah diberikan kepada masinis dan kondektur KA 225. PPKA Sudimara kemudian memutuskan untuk memindahkan KA 225 dari jalur III ke jalur I dengan cara melangsir sampai ujung wesel kemudian mundur ke jalur I.
i. Untuk melaksanakan langsiran tersebut, PPKA Sudimara memerintahkan seorang petugas stasiun. Berdasarkan prosedur yang seharusnya, PPKA harus mengisi pada bentuk T.83 atau Laporan Harian Masinis perihal langsiran di stasiun Sudimara dan menjelaskan rencana langsiran secara lisan kepada masinis.
j. Petugas yang diperintahkan untuk langsir tersebut mengambil bendera merah dan selompret untuk melangsir KA 225. Saat ybs berjalan kira-kira 7 meter ke arah KA ternyata KA 225 bergerak sendiri tanpa perintah. Ybs belum membunyikan selompret saat KA 225 mulai bergerak. Ybs menjadi panik dan berlari berusaha menghentikan KA 225 dengan meniup selompret, namun usahanya sia-sia karena KA 225 terus melaju menuju Kebayoran. KP yang berada diluar kereta berlari memasuki kereta dan tidak berusaha menghentikan kereta.
k. Petugas langsir tersebut kemudian melapor kepada PPKA bahwa KA 225 berangkat tanpa ijin. PPKA Sudimara dan petugas harian berusaha menghentikan KA 225 dengan mengayun-ayunkan lengan sinyal masuk dari arah Kebayoran. Dan lagi, usaha ini tidak berhasil dilakukan untuk menghentikan KA 225.
l. Selanjutnya, PPKA Sudimara berusaha mengejar KA dengan melambai-lambaikan bendera merah, namun usahanya tetap tidak berhasil dan dia kembali ke stasiun dan langsung pingsan.
m. Tabrakan antara KA 220 dan 225 tak terhindarkan. Data menunjukkan pada saat tabrakan terjadi KA 220 melaju dengan kecepatan 25 km/jam dan KA 225 berkecepatan 36 km/jam. Di lintas tersebut kecepatan maksimum yang diperbolehkan maksimal 60 km/jam.
Kerusakan Lokomotif dan Kereta :
-BB303 16 rusak berat
-BB306 16 rusak berat
-KB3-65601 hancur/rusak berat
-K3-65626 rusak berat
-K3-66505 rusak ringan
-K3-65654 rusak ringan
Kerugian Materiil : +- Rp. 1, 9 milyar
Korban Manusia : total 393 orang
a. Meninggal dunia : 139 orang
Dapat diidentifikasi : 113 orang
Tidak diketahui identitasnya : 26 orang
b. Dirawat di rumah sakit : 170 orang
c. Luka ringan : 84 orang
Tambahan dari penulis:
KB3-65601 harus dirucat di tempat karena hancur (rangka bawah habis, dinding remuk). KB3-65601 hancur akibat efek teleskopik. Dorongan dari belakang saat tabrakan menyebabkan KB3-65601 melesak ke depan, menyelubungi kedua lok. KB3-65601 aslinya sudah masuk dalam daftar Konservasi (Pertimbangan Afkir) 1986, namun entah kenapa bisa lolos dan berdinas kembali. BB303 16 dan BB306 16 sendiri dipisahkan dari bogienya dan dinaikkan ke gerbong datar setelah keduanya dipisahkan. Ada yang mengatakan jika salah satu lok dirucat di Manggarai. Yang jelas, ada yang dibawa ke Balai Yasa Yogyakarta setelah dinaikkan dengan gerbong datar. Rangkaian berisi lok ini dijalankan sebagai KLB dari Jakarta, dengan banyak cerita mistis selama perjalanan dari kru yang bertugas.
Evakuasi dilakukan selama beberapa hari, dan lintas Tanahabang-Merak ditutup total. Korban banyak berasal dari KA 225 yang dalam kondisi padat penumpang. Beberapa korban yang “tidak beruntung” tergiling oleh kipas radiator lok yang tersingkap saat tabrakan. Evakuasi melibatkan ABRI, POLRI, Pemadam Kebakaran, serta banyak relawan dan unsur masyarakat.
Sebagai tindak lanjut, masinis KA 225 dihukum 5 tahun penjara. Kesalahannya dianggap yang paling berat karena berangkat tanpa perintah. Dalam BAP (Berita Acara Penyelidikan) maupun investigasi PJKA, kedudukan sinyal keluar tidak disinggung sama sekali. Kemungkinan besar, meskipun menggunakan sinyal jenis Siemens Halske batch 2, namun filosofi operasionalnya masih menggunakan filosofi sinyal jenis Alkmaar yang tidak menggunakan sinyal keluar. Jadi, tidak dipasang sinyal keluar di stasiun. Masinis KA 225 posisinya lemah karena hanya berpatokan kepada PTP yang diberikan oleh PPKA Sudimara. Apabila keterangan PPKA Sudimara, Petugas Harian Stasiun, dan Kondektur KA 225 berlainan dengan kesaksian Masinis KA 225, maka posisi masinis KA 225 sangat tidak diuntungkan. Kondektur KA 225 sendiri dihukum 2,5 tahun penjara. Kesalahan dari Kondektur KA 225 adalah tidak menghentikan KA sekalipun KA berangkat tanpa perintah. PPKA Sudimara dan Kebayoran masing-masing dihukum 10 bulan penjara.
Sebagai perbandingan, kesaksian masinis KA 225 dapat ditonton pada :
Daftar Singkatan :
KBY : Kebayoran
KP : Kondektur Pemimpin
PLKA : Pelayan KA
PPKA : Pengatur Perjalanan KA
PTP : Pemindahan Tempat Persilangan
SDM : Sudimara
Foto-foto koleksi Bpk. Eddy Mardijanto :
gak kuat bacanya 🙁
semoga mas dan tim yang nulis ini di berikan kesehatan selalu yaa :”