Menu Tutup

Tragedi Cirahong

Foto dari koran Nieuwsgier ini memperlihatkan CL-9113 terguling melintang, sementara di sisi kanan terdapat D52 080 yang terguling dan tender yang terpisah dari loknya. Foto ini dicetak dalam posisi terbalik. (Foto : Muller, Nieuwsgier, Rabu, 17 Mei 1955)

Kamis, 12 Mei 1955, sekitar pukul 13.00, KA 35 Cepat (YK-BD) yang dihela D52 080 anjlok di kilometer 284, dekat perhentian Cirahong dan jembatan Cirahong, petak jalan Ciamis-Manonjaya. Akibat kejadian ini, lokomotif terguling, sementara tiga kereta di belakangnya anjlok. 39 orang meninggal dunia, sementara 60 lainnya luka berat.

KA 35 melaju terlalu cepat saat menuruni jalur yang curam, kemudian terlempar di tikungan. Di dekat lokasi, beberapa orang pekerja DKA sedang memperbaiki jalur rel. Para pekerja ini menepi saat mengetahui KA 35 akan melintas. Namun, yang mereka lihat adalah lokomotif yang terbanting, diikuti dengan kereta-kereta di belakangnya yang berhamburan. Hasil akhirnya adalah bencana. Suara benturan bercampur dengan kaca pecah diiringi dengan jerit tangis penumpang serta desisan uap dari lokomotif. Penumpang dari kereta yang tidak terguling panik, lalu berhamburan keluar melalui pintu dan jendela.

KA 35 membawa 5 kereta, yakni kereta bagasi, dua kereta kelas 3, kereta makan, dan satu kereta kelas 1-2. Saat kejadian, kereta bagasi yang berisi 6 orang ini terlepas dari sambungan lalu anjlok di sisi kiri rel dan berhenti sebelum lokasi KA terguling. Naas menimpa kereta kelas tiga bernomor CL-9113. CL-9113 yang berada di belakang kereta bagasi anjlok, lalu terguling melintang, dihimpit reruntuhan lokomotif dan satu kereta kelas tiga. Kereta kelas 1-2 yang berada di ujung rangkaian tidak anjlok. Kereta yang tidak anjlok ini kemudian ditarik menuju Ciamis.

Foto ini memperlihatkan CL-9113 yang dihimpit oleh satu CL di belakangnya, serta D52080 yang terguling di bawahnya. Tender D52 080 terlempar ke sisi kiri rel, dihantam oleh CL-9113. Foto : De Preangerbode , Sabtu, 14 Mei 1955

Korban paling banyak berada di CL-9113 yang saat itu mengangkut seratusan penumpang, terutama di sisi depan dan belakang kereta yang remuk. 39 orang korban meninggal dievakuasi pada 12 Mei 1955. Diantara korban meninggal yang dievakuasi adalah masinis, dua orang juru api, seorang pelajar asal Yogya, dan seorang wanita tidak dikenal. Banyak korban yang terjepit reruntuhan kereta. Naasnya lagi, banyak korban meninggal yang anggota badannya terputus, menyulitkan proses evakuasi serta identifikasi. Polisi dan Tentara segera tiba di lokasi kejadian, serta membantu proses evakuasi. Para korban, baik meninggal dunia maupun luka-luka, dibawa ke RSUD Tasikmalaya dan RSUD Ciamis, yang kemudian juga dibawa ke RSUD Banjar dan RSUD Garut karena keterbatasan tempat di Ciamis.

Pemandangan yang lebih menyedihkan dibandingkan kereta-kereta yang terlempar dan bertumpukan di perbukitan yang hijau itu adalah pemandangan di Rumah Sakit Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan Garut. Tubuh-tubuh kaku yang tidak bernyawa dibaringkan, ditutupi seprai putih. Keluarga maupun kolega seringkali mengidentifikasi korban dari benda-benda yang seringkali dianggap tidak penting, seperti korek api ataupun kantong plastic. Saat seseorang mengenali tubuh tidak bernyawa itu sebagai orang yang dicintainya, entah itu pria, wanita, maupun anak-anak, tangisan dan ratapan kemudian terdengar, memenuhi ruangan sempit di rumah sakit kecil itu, bercampur dengan bau ether dan kloroform.

Pada 13 Mei, pukul 5 pagi, sebuah KA Bantuan diberangkatkan dari Bandung untuk membantu proses evakuasi. Sepanjang hari, keheningan menyergap lokasi kecelakaan. Masyarakat yang berkerumun hanya saling berbisik, menyaksikan kerabat kerja DKA, tenaga medis, serta tentara dan polisi mengevakuasi korban yang masih terjepit. Beberapa korban masih terjepit reruntuhan pada hari Sabtu, diantaranya baru dapat dievakuasi menggunakan las serta peralatan berat.

Ir. Effendi Saleh, Kepala DKA, berangkat menuju tempat kejadian pada hari Jumat, menggunakan pesawat khusus yang disediakan AURI. Pesawat ini mendarat dekat lokasi kecelakaan. “Saya sangat kagum dengan upaya yang dilakukan oleh polisi, tentara, pekerja DKA, dan seluruh pihak yang membantu pada saat kecelakaan terjadi. Tanpa bantuan mereka, jumlah korban pasti akan bertambah banyak.”, kata Ir. Effendi Saleh seperti yang dikutip oleh De Preangerbode pada Jumat, 13 Mei. Ir. Effendi Saleh juga berterimakasih kepada para pejabat dan tenaga medis di Tasikmalaya dan Ciamis yang sudah bekerja keras menolong para korban. Terkait dengan rintang jalan, menurut Ir. Effendi Saleh, proses evakuasi akan memakan waktu beberapa hari hingga satu minggu. Derek berkekuatan 30 ton akan segera didatangkan untuk membantu evakuasi, dan diharapkan akan tiba di lokasi pada Sabtu Pagi/14 Mei.

Terkait dengan penyebab kecelakaan, dugaan sabotase sendiri hampir tidak mungkin menjadi penyebab kecelakaan. Di dekat lokasi, terdapat beberapa orang pekerja DKA, serta sebuah pos TNI. Sekitar setengah jam sebelum kejadian, sebuah KA Barang melintasi lokasi menuju Tasikmalaya. D52 080 sendiri sempat menjadi korban sabotase DI-TII pada 1953, terguling di dekat Malangbong (kini Bumiwaluya). Penyebab utama kecelakaan ini adalah KA 35 melaju terlalu cepat saat menurun, lalu terlempar di tikungan. Faktor manusia diduga terlibat sebagai penyebab. Masinis KA 35 diduga ingin memangkas keterlambatan kereta, atau ingin berancang-ancang karena terdapat tanjakan setelah melewati jembatan Cirahong. KA 35 sendiri terlambat 18 menit saat diberangkatkan dari Ciamis.

Bagian bawah dari CL-9113 yang terguling. Nampak dinding kereta sobek (di sebelah orang yang berada di tengah foto), sementara reruntuhan kereta memenuhi sisi kanan foto. Foto : De Preangerbode, Sabtu, 14 Mei 1955

Referensi :
– De Preangerbode, Jumat 13 Mei 1955
– De Preangerbode, Sabtu 15 Mei 1955
– Nieuwsgier, Selasa 17 Mei 1955
– Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 2., Tim Telaga Bakti Nusantara (1995)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Diperbolehkan Menyalin Isi Laman Ini