Menu Tutup

Bintang-Bintang DKA

CC200 11 dengan KA Bintang Fadjar, Repro Surat Kabar koleksi Alm. M.V.A Krishnamurti

Pada 06 Juli 1961, Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata, Mayor Jenderal TNI GPH Djatikusumo, meresmikan KA Kilat Malam relasi Jakarta-Surabaya via Semarang-Solo. KA yang diluncurkan memiliki dua nama, yaitu Bintang Fadjar dan Bintang Sendja.

Bintang Fadjar merupakan nama bagi Kilat Malam Jakarta-Surabaya. Nama Bintang Fadjar bermakna kereta api Ekspres Malam ini meluntjur dari barat ke timur seolah-olah menjongsong bangkitnja Sang Surja di fadjar pagi, ditemani bintang-bintang jang berkelip-kelip dalam gelap malam”. Sementara Bintang Sendja merupakan nama bagi Kilat Malam Surabaya-Jakarta. Nama Bintang Sendja bermakna “kereta api Ekspres Malam ini meluntjur dari timur ke barat, berlomba dengan silamnja sang sendja”. Bintang Fadjar/Sendja menempuh rute Jakarta Kota-Semarang Tawang-Solo Jebres-Surabaya Kota. Pemilihan rute ini dimaksudkan untuk menjangkau penumpang di Semarang dan Solo sekaligus.

Dalam persiapan perjalanan Bintang Fadjar/Bintang Sendja, DKA melakukan penyesuaian dengan merubah pengamanan emplasemen dan segitiga Solo Balapan, serta memasang kunci-kunci malam di stasiun antara. Pemasangan kunci malam dimaksudkan agar stasiun yang dipasang dapat menjadi stasiun dinas tutup. Tutup dinas dilakukan untuk “menghemat” pegawai pada dinas malam. Kunci Malam digunakan untuk mengunci interlocking meja pelayanan. Wesel kemudian dikunci pada posisi sepur lurus. Setelah itu, seluruh kedudukan sinyal diatur ke posisi aman dari kedua arah, dan sambungan telegraf/telfon dibuat langsung tanpa masuk ke stasiun tersebut. Dinas Tutup sendiri hanya dapat dilakukan di stasiun dengan perangkat sinyal Siemens & Halske, Alkmaar, dan HSM.

Kereta Tidur Bintang Fadjar/Sendja, dengan livery putih-biru

Bintang Fadjar dan Bintang Sendja merupakan pelopor perjalanan malam pada era Kemerdekaan. KA ini merupakan KA Tidur dengan dua kelas, yaitu Kelas Tidur 1 dan Kelas 2 Biasa. Kereta tidur yang digunakan adalah kereta tidur yang dahulu digunakan oleh Java Nacht Express. Sebelum dijalankan sebagai Bintang Fadjar/Bintang Sendja, terlebih dulu kereta-kereta ini diperbaiki. Saat ini, sisa kereta tidur Java Nacht Express/Bintang Fadjar/Bintang Sendja dapat kita saksikan dalam bentuk kereta wisata Djoko Kendil, meskipun sudah dirombak besar-besaran.

Tempat Tidur di Kompartemen Kelas 1

Kelas Tidur 1 memiliki kapasitas 16 penumpang dalam 8 kompartemen. Kompartemen Kelas Tidur 1 sendiri hanya boleh diisi oleh penumpang dengan jenis kelamin yang sama. Tempat tidur baru disiapkan setelah pukul 20.00. Penumpang yang menempati kompartemen harus sesuai dengan yang tercantum pada tiket. Setiap kompartemen terdiri dari dua buah kursi, dimana kursi ini kemudian diubah menjadi tempat tidur, sementara di atasnya terdapat sebuah tempat tidur lipat. Terdapat washtafel di tiap kompartemen.

Washtafel di kompartemen Kelas 1/Kelas Tidur

Penumpang sendiri dapat memesan tempat di Kelas Tidur 1 KA ini. Penumpang yang memesan tempat di Jakarta dan Surabaya tidak dikenakan bea tambahan, sementara penumpang yang memesan tempat di Cirebon, Semarang, Madiun, dan Solo dikenakan bea tambahan sebesar Rp. 100. Penumpang KA 8 sendiri dibatasi, hanya boleh mengangkut penumpang dengan relasi Jakarta-Semarang, Jakarta-Solo, Jakarta-Madiun, dan Jakarta-Surabaya. Sementara KA 7 hanya mengangkut penumpang relasi Surabaya-Semarang, Surabaya-Cirebon, dan Surabaya-Jakarta. Di Stasiun Jakarta Kota, Surabaya Gubeng, dan Surabaya Kota disediakan fasilitas kamar mandi berbayar bagi penumpang Bintang Fadjar dan Bintang Sendja. Kamar mandi yang disediakan sendiri sudah lengkap dengan handuk dan sabun bagi penumpang.

Tempat duduk Kelas 2

Kereta Kelas 2 tidak menggunakan formasi yang lazim digunakan saat ini, melainkan menggunakan kompartemen yang berisi 6 kursi. Terdapat 12 kompartemen dengan total jumlah penumpang 72. Selain itu, terdapat toilet dengan 4 buah washtafel bagi penumpang Kelas 2.

Toilet Kelas 2

Pada awal peluncurannya, Bintang Fadjar dan Bintang Sendja memiliki tarif sebagai berikut :

Jakarta-Semarang/Sebaliknya

  • Kelas 1 : Rp. 350
  • Kelas 2 : Rp. 225

Jakarta-Solo/Sebaliknya

  • Kelas 1 : Rp. 400
  • Kelas 2 : Rp. 250

Jakarta-Madiun/Sebaliknya

  • Kelas 1 : Rp. 450
  • Kelas 2 : Rp. 300

Jakarta-Surabaya/Sebaliknya

  • Kelas 1 : Rp. 525
  • Kelas 2 : Rp. 350

Surabaya-Semarang/Sebaliknya

  • Kelas 1 : Rp. 350
  • Kelas 2 : Rp. 225

Surabaya-Cirebon/Sebaliknya

  • Kelas 1 : Rp. 400
  • Kelas 2 : Rp. 250

Saat awal beroperasi, Bintang Fadjar/Sendja hanya terdiri dari 1 SAGL (Kereta Tidur Kelas 1) – FL (Kereta Makan) – 2 BGL (Kereta Kelas 2 dalam formasi Kompartemen) – 1 DL (Kereta Bagasi). Tersedia dua rangkaian yang digunakan, dengan 2 kereta cadangan.

Interior Kereta Makan

Mulai 1 Juli 1962, kereta BGL digantikan dengan kereta BL-9000. Berbeda dengan kereta BGL, kereta BL-9000 tidak memiliki kompartemen. BL-9000 memiliki kapasitas 52 penumpang dalam formasi kursi 2-2. BL-9000 sendiri dibuat dengan memodifikasi kereta CL-9000. Modifikasi ini memakan biaya Rp. 800.000. Selain pergantian BGL menjadi BL, mulai 1 Juli 1962 juga Kelas Tidur namanya diubah menjadi Kelas Utama. Perubahan nama kelas ini diiringi peningkatan pelayanan, dimana penumpang Kelas Utama kini mendapatkan makan malam dan makan pagi.

Per 1 Agustus 1962, rute Bintang Fadjar/Sendja diubah, menjadi melewati lintas Tarik – Tulangan – Sidoarjo. Hal ini dilakukan agar penumpang dapat berpindah KA ke Ekspres tujuan Banyuwangi di Stasiun Sidoarjo. Sementara mulai 1 Oktober 1962, Bintang Fadjar/Sendja membawa kereta turis (TAL). Penambahan kelas sendiri membuat okupansi Bintang Fadjar/Sendja naik. Bintang Fadjar/Sendja biasanya dihela CC200, meskipun terkadang BB200 juga digunakan.

Koridor di Kereta Kelas 1/Kereta Tidur

Pada 26 Desember 1962, KA 7E Bintang Sendja menabrak rangkaian KA 4855 Barang Cepat yang terlepas di petak Saradan-Caruban. Kejadian ini menyebabkan masinis, juru api, dan 4 penumpang KA 7E mengalami luka ringan, sementara CC200 yang menghela KA 7E rusak ringan dan 4 gerbong KA 4855 rusak.

Per 5 Januari 1965, rute Bintang Fadjar/Sendja diubah menjadi Jakarta-Surabaya via Yogyakarta. Selain perubahan rute, tarifnya juga berubah menjadi Rp. 10.000 untuk kelas Utama dan Rp. 6000 untuk kelas Ekonomi.

Bintang Fadjar dan Bintang Sendja dihapus pada 1967, saat PNKA meluncurkan KA Bima pada 1 Juli 1967.

Buku catatan souvenir peluncuran Bintang Fadjar dan Bintang Sendja, koleksi Bpk. Adi Sutjipto Halim :

Jadwal 1961 :
KA 7 Bintang Sendja
Surabajakota 17.19
Surabaja Gubeng 17.29
Madiun 19.35, 19.45
Solo Djebres 21.01 , 21.11
Semarang Tawang 23.17, 23.27
Tjirebon 03.38 , 03.48
Djakarta 07.26

KA 8 Bintang Fadjar
Djakarta 17.00
Tjirebon 20.32 , 20.42
Semarang Tawang 01.01 , 01.11
Solo Djebres 03.17, 03.27
Madiun 04.50 , 05.00
Surabaja Gubeng 07.05
​Surabaja Kota 07.15

Jadwal 1965
KA 7 Ekspres Malam
Surabajakota 16.23
Madiun 18.44, 18.54
Solo Balapan 20.24, 20.34
Jogjakarta 21.41, 21.55
Purwokerto 01.08, 01.14
Tjirebon 03.58, 04.08
Gambir 07.46
Djakarta 08.01
*Penumpang hanya sampai Gambir

KA 8 Ekspres Malam
Djakarta 16.15
Tjirebon 20.00, 20.10
Purwokerto 22.54, 23.00
Jogjakarta 02.03, 02.14
Solo Balapan 03.21, 03.31
Madiun 05.08, 05.18
Surabaja Gubeng 07.36
Surabaja Kota 07.46

 

Referensi :

Jadwal Perjalanan KA Kilat/Ekspres 1961 dan 1965, koleksi Bpk. Indra Krishnamurti

Tim Telaga Bakti Nusantara. 1997. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 2. Penerbit Angkasa:Bandung

Varia Istimewa, No. 166, 21 Juni 1961

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Diperbolehkan Menyalin Isi Laman Ini