KA Pandanaran menjelang memasuki Solo Balapan. Foto : Alm. M. V. A. Krishnamurti
Pandanaran merupakan KA Kelas 3 yang melayani rute Semarang-Yogyakarta. KA ini awalnya adalah KA Unggulan, namun kemudian terjun bebas menjadi KA Campuran.
Pandanaran muncul sekitar tahun 1970. Kemunculan Pandanaran didasari pada rasa “iri” dengan kemunculan KA Parahyangan. Pandanaran merupakan proyek era Kepala Eksplotasi Tengah dijabat oleh Chaidir Latief. Konsep yang awalnya diusung adalah perjalanan langsung Semarang-Yogya dengan perhentian hanya di Solo. Selain “menyaingi” Parahyangan, Pandanaran juga diharapkan untuk melanjutkan “warisan” Vlugge Vijf milik NIS. NIS sebelum Pendudukan Jepang memiliki 5 perjalanan KA Cepat antara Semarang-Solo-Yogyakarta dan 1 perjalanan Solo-Semarang. Pada 1971, Pandanaran memiliki 5 jadwal perjalanan yang menghubungkan Semarang-Solo-Yogyakarta. Kereta-kereta Pandanaran dicat dengan warna oranye-krem, bukan krem-hijau.
Namun, konsep awal Pandanaran gagal total. Vlugge Vijf milik NIS dimaksudkan juga untuk menjaring pegawai-pegawai Jawatan Kehutanan yang bertugas di wilayah yang sulit diakses seperti Kedungjati dan Telawa. Pandanaran awalnya tidak berhenti di stasiun-stasiun antara. Selain itu, persaingan dengan angkutan jalan raya membuat Pandanaran kesulitan untuk mendapatkan penumpang. Jadwal Pandanaran kemudian direvisi untuk berhenti di stasiun-stasiun antara seperti Kedungjati, Telawa, dan Gundih.
Pada 17 Juni 1973, pukul 19.50, KA 75 Pandanaran yang dihela BB200 35 ditabrak KA 2620 (Barang) yang dihela oleh CC200 01. Tabrakan terjadi di jalur satu stasiun Telawa, Boyolali. Awalnya, KA 75 direncakan untuk bersilang dengan KA 2620. Namun, saat KA 75 belum sempurna (preipal) memasuki jalur satu, tiba-tiba KA 2620 menabrak KA 75 dari depan. Tabrakan diakibatkan oleh matinya mesin CC200 01, yang diikuti dengan kosongnya tangki udara, yang membuat masinis KA 2620 tidak bisa mengerem atau memberi semboyan ikat rem keras untuk PLRM (Pelayan Rem) maupun memberikan semboyan bahaya. Akibatnya, KA 2620 terus melaju tak terkendali di jalur yang menurun, menerobos sinyal masuk yang menunjukkan aspek tidak aman dan menabrak KA 75 yang sedang memasuki jalur satu. Akibat kejadian ini, 11 orang meninggal dunia. BB200 35 dan CC200 01 rusak berat, dan akhirnya diafkirkan dan dirucat.
Pandanaran di awal era Reformasi menjadi sarana untuk mengangkut kayu jati hasil jarahan dari lahan Perhutani di sekitar jalur Solo-Semarang. Pada awal era Reformasi, hutan jati milik Perhutani di Grobogan dan sekitarnya dijarah habis-habisan. Pandanaran akan dihentikan di tengah lintas, untuk kemudian dimuati kayu curian dari lahan Perhutani. Aktifitas kriminal ini melibatkan Pegawai Perumka yang berkomplot dengan Penjarah. Aktifitas kriminal ini kemudian terungkap, dan hal ini menjadi alasan utama Pandanaran dihapus. Menurut penuturan Bpk. Indra Krishnamurti, aktifitas ilegal ini terbongkar setelah salah satu K3 milik Pandanaran mengalami patah as akibat kelebihan muatan kayu curian. Riwayat Pandanaran berakhir di tangan penjahat dan komplotannya di tahun 1999/2000.
Kondisi KA Pandanaran menjelang dihapus, termasuk muatan kayu curian. Foto : Step O’Rafferty
Stamformasi 1989 :
KA 246 Pandanaran (SMT-SLO)
KA 247 Pandanaran (SLO-SMT)
Stamformasi : 5 K3
Stamformasi 1994
KA 210 Pandanaran (SMC-SLO)
KA 211 Pandanaran (SLO-SMC)
Stamformasi : BB200 + 4 K3
Stamformasi 1996 :
KA 309 Pandanaran (SLO-SMC)
KA 310 Pandanaran (SMC-SLO)
Stamformasi : BB200 + 4 K3 + KP3 + B
Stamformasi 1998 :
KA 217 Pandanaran (SLO-PK)
KA 218 Pandanaran (PK-SLO)
Rangkaian : Dipo Kereta Semarang Poncol
Stamformasi : CC201 + 3K3 + 1KP3 + 1KM/P3
Referensi :
-Wawancara dengan Bpk. Abdullah Widjaja, eks Inspektur Lalu-lintas Inspeksi 5 Semarang