Pada 14 Januari 1971, PNKA meluncurkan sebuah KA Pattas yang melayani rute Malang-Surabaya PP. KA Pattas ini diberi nama Tumapel. Nama Tumapel diambil dari nama ibukota kerajaan Singhasari (Sumber lain ada yang menyebutkan jika Tumapel adalah nama resmi kerajaan Singhasari). Pada awal peluncurannya, Tumapel hanya terdiri dari 3 kereta kelas 3 (CW) dengan livery Biru-Putih. Tumapel adalah kereta kelas 3 plus, dimana penumpang mendapat snack serta air minum, dan dilayani pramugari. Pada perjalanan perdananya, Tumapel dihela BB301 54. Tumapel sendiri pada awalnya hanya memiliki 3 trip perjalanan PP, dengan waktu tempuh tercepat 80 menit.Peluncuran Tumapel di Malang. Foto koleksi Bpk. Imam Hidayat, discan oleh Rio Prabowo :
Pada 21 Agustus 1971, PNKA meluncurkan KA Dhoho. KA ini adalah KA kelas 3 kategori Cepat. Anda mungkin familiar dengan nama Rapih Dhoho, namun, apakah sebenarnya arti namanya? Rapih berarti Rangkaian Pisah. Hal ini karena awalnya Dhoho memiliki dua rangkaian, satu tujuan Blitar, dan satu tujuan Madiun. Kedua rangkaian akan dipisah/disambung di Kertosono. Jadi, relasi awal Dhoho adalah Surabaya-Kertosono Blitar/Madiun. Dari Blitar, Dhoho membawa 3 CL (Kereta kelas 3 dengan rem vakum) dan ditarik C27/C28, sementara dari Madiun, Dhoho membawa 3 CL yang ditarik D52. Di Kertosono, kedua rangkaian digabung dan melanjutkan perjalanan dengan ditarik D52. Dari Surabaya, Dhoho ditarik D52. Di Kertosono, D52 melanjutkan perjalanan ke Madiun, sementara C27/C28 mengambil alih potongan rangkaian tujuan Blitar. Sayangnya pada 1972, rangkaian Madiun dihapus. Relasi Dhoho berubah menjadi Surabaya-Kertosono-Blitar. Namun demikian, Dhoho masih ditarik D52 dari Kertosono/Surabaya. Dhoho sendiri menjadi KA Cepat terakhir yang ditarik lok uap. Pada 1976, Dhoho “di-dieselisasi”. Lok BB301 digunakan untuk menarik KA Dhoho, menggantikan posisi D52 dan C28.
Pada masa sekarang, terdapat rangkaian yang perjalanannya memutar. Rangkaian ini membawa nama Penataran dan Dhoho, dimana namanya diganti di Blitar. Dari Surabaya, jika berjalan ke Kertosono, nama yang dipakai adalah Dhoho. Sementara jika berjalan ke arah Malang, nama yang dipakai adalah Penataran. BB301 sendiri masih digunakan untuk menarik Penataran/Dhoho hingga sekitar 2011 silam. Posisi BB301 sebagai lok Penataran/Dhoho secara bertahap mulai digantikan oleh CC201 sekitar 2004/2005, saat Sidotopo mendapat tambahan CC201 dari Depo Bandung dan Cirebon. Baik Tumapel, Penataran/Dhoho saat ini ditarik CC201/CC203. Ketiga KA ini adalah KA Ekonomi PSO yang mendapat jatah subsidi dari Pemerintah.
Yang Pernah Ada
Penataran Ekspres
Pada 1 November 2013, KAI meluncurkan Penataran Ekspres. Penataran Ekspres memiliki relasi Surabaya-Malang PP. Pada peluncurannya, Penataran Ekspres ditarik CC206 13 37. Berbeda dengan Penataran biasa, Penataran Ekspres adalah KA Komersial. Harga tiket Malang-Surabaya dipatok Rp. 25.000. Stasiun perhentiannya juga lebih sedikit dibandingkan Penataran Biasa. Penataran Ekspres menggunakan kereta ekonomi biasa (106 Tempat Duduk), sama seperti Penataran biasa. Namun, eksteriornya dibalut stiker bernuansa biru, dengan gambar-gambar ikon pariwisata Surabaya dan Malang.
Pada Februari 2014, Penataran Ekspres diperpanjang ke Blitar. Perpanjangan dilakukan untuk menjaring lebih banyak penumpang. Tiker Surabaya-Blitar dipatok Rp. 45.000. Sayangnya, mulai 6 Januari 2015, Penataran Ekspres dihentikan operasinya. Penyebabnya, okupansinya minim karena dianggap mahal dan waktu tempuhnya tidak berbeda jauh dengan Penataran Biasa.
Gerbang Kertasusila
Gerbang Kertasusila merupakan singkatan dari Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan. Sempat ada satu rute KRD Gerbang Kertasusila tujuan Blitar. Rute ini muncul pada 1976, menggunakan KRD seri MCW-301 yang saat itu masih baru. Awalnya, rangkaian Gerbang Kertasusila hanya terdiri dari 1 set KRD (2 kereta).
Pada 1982, dijalankan KRD relasi Surabaya-Kertosono-Blitar. Armada yang digunakan adalah MCW-302 yang baru didatangkan dari Jepang. KRD ini berjalan 3 pp per harinya, dengan 1 pp menggantikan satu jadwal Dhoho. KRD ini berangkat dari Blitar pukul 04, 10, dan 15. Formasinya menggunakan 3 set (6 kereta). Okupansi KRD ini cukup bagus, dengan banyaknya penumpang yang berdiri setiap harinya. KRD ini dikemudian hari disebut sebagai KRD Rapih Dhoho. Sekitar 1986, perjalanan KRD Rapih Dhoho hanya menjadi satu pp per hari. Sisanya digantikan oleh rangkaian K3 biasa yang ditarik lok. KRD Rapih Dhoho akhirnya dihapus sekitar 1992.
Pada 13 Agustus 2012, KAI meluncurkan Kelud Ekspres relasi Blitar-Kertosono-Surabaya. Kelud Ekspres merupakan KA Ekonomi Komersil. Rangkaian yang digunakan adalah C-KRDE. Namun, Kelud Ekspres tidak bertahan lama. Tidak sampai satu tahun setelah beroperasi, Kelud Ekspres dihapus karena okupansi yang minim.