Foto : CC200 12 di Depo Bukitduri (milik Bpk. Bambang Tjondrodiputro)
Beberapa orang menjuluki CC200 dengan julukan Si Jengki. Kata Jengki sendiri berasal pengucapan kata “Yankee” yang diserap oleh orang Indonesia sebagai Jengki. Kata Yankee sendiri berarti orang AS. Istilah Yankee masih lazim ditemui di era 50an, era CC200 dibuat. CC200 adalah lok diesel elektrik pertama di Indonesia, dan lok diesel mainline pertama di Indonesia.
Awal Cerita
Menurut Bpk. Tjahjono Rahardjo (Sejarawan KA), kehadiran CC200 tidak lepas dari kontes politik internasional yang terjadi pada waktu itu, yaitu Perang Dingin. CC200 adalah bantuan AS untuk memodernisasi perkeretaapian Indonesia setelah kemerdekaan.
Pada 4 Desember 1951 jam 10 pagi, kontrak pembelian 27 unit CC200 ditandatangani oleh Kepala DKA, Ir. Effendi Saleh, disaksikan oleh Menteri Perhubungan Ir. Djuanda Kartawidjaja. Dari pihak GE, hadir Vice President GE, R.R Gouba, dan perwakilan GE di Jakarta, P.A Geerling, serta Tuan R.H Floss. Kontrak ditandatangani di kantor GE di New York, AS. Setiap unit CC200 dibanderol seharga US$210.000 atau setara dengan Rp. 3.400.000 . DKA sendiri mendapatkan pinjaman dana sebesar US$ 7.580.000 atau setara Rp. 86.412.000 dari Export Import Bank of America untuk keperluan pembelian CC200. Pinjaman ini merupakan bagian dari dana pinjaman yang diberikan oleh Exim Bank of America untuk keperluan proyek kereta api di Indonesia dengan total US$ 17.100.000 atau setara Rp. 194.940.000 . Dana pembelian CC200 sendiri sudah termasuk stok suku cadang untuk dua tahun. Selain itu, GE akan mengirimkan dua orang ahli ke Indonesia untuk bertugas selama 18 bulan setelah CC200 tiba di Indonesia. Ahli ini bertugas membantu persiapan dinasan CC200 serta melatih pegawai DKA dalam operasi dan pemeliharaan CC200. DKA kemudian mengirimkan 8 orang personilnya ke Schenectady dan Erie untuk mempelajari pengoperasian dan perawatan CC200. Selain itu, DKA juga mengirimkan Ir. A. Veldman sebagai supervisor untuk DKA dalam pembuatan CC200. Diharapkan, CC200 akan tiba di Tanah Air pada 1953. Delegasi yang dikirim ke AS ini kemudian mengunjungi pabrikan Fried Krupp di Jerman Barat, serta mengunjungi negara-negara pengguna lok diesel di Eropa dan Asia. Sekembalinya dari luar negeri, delegasi ini kemudian menjadi instruktur pada kursus lok diesel yang diadakan oleh DKA. Kursus dilakukan di Manggarai, Jakarta. Kursus terbagi menjadi 5 bagian, diikuti oleh masinis, juru api/asisten masinis, serta mekanik yang dianggap cakap. Kursus dilakukan selama seminggu-dua bulan, tergantung tingkatan serta sifatnya.
Fisik
CC200 menggunakan langgam body shovelnose. Shovelnose merupakan langgam body yang cukup jarang digunakan, bahkan tidak digunakan di dalam negeri AS. Yang menggunakan langgam shovelnose hanya unit yang diekspor. CC200 memiliki dua kabin, dengan kabin depan adalah sisi yang jauh dari kisi-kisi radiator. CC200 memiliki panjang 17.070 mm, dengan lebar 2819 mm, dan tinggi 3651 mm. Bodynya dibuat dari baja pejal dengan tambahan lapisan tahan api di samping kabin dan atap kabin. CC200 memiliki konfigurasi roda Co-2-Co, yang berarti memiliki 6 gandar penggerak dan 2 gandar idle. CC200 memiliki dua bogie penggerak dengan tiga gandar dan satu bogie idle dengan dua gandar. Kabin CC200 sangat sempit, dimana untuk membuka pintu, kursi masinis/asisten masinis harus dilipat terlebih dahulu.
CC200 memiliki berat 96 ton, yang disebar ke 8 gandar. Hal ini menjadikan tekanan gandarnya hanya 12 ton, cukup untuk melintasi jalur utama di Pulau Jawa, termasuk jalur Semarang-Cirebon yang kualitasnya buruk. CC200 tidak menggunakan pelat nomor kuningan, melainkan menggunakan pelat mirip BB200 yang diletakkan di samping body.
Bogie
Bogie dibuat dari pelat baja yang dibentuk dengan teknik electric welding. Bogie penggerak CC200 memiliki diameter roda 908 mm dan dilengkapi dengan tiga buah traksi motor. Bogie penggerak dilengkapi dengan horizontal damper. Horizontal damper berguna untuk membantu “membalik arah” bogie setelah melewati tikungan, degan prinsip kerja mirip bandul.
Bogie idle ditambahkan untuk menyebar berat CC200 agar dapat ditolerir oleh lintas utama Indonesia. Bogie idle dipasang paten dengan cara dibaut langsung ke underframe. Hal ini menyebabkan dipasangnya horizontal damper di bogie penggerak untuk mengakali agar lok tidak melaju lurus di tikungan karena bogie idle dipasang paten. Namun demikian, bogie idle dapat dilepas jika dibutuhkan. Bogie idle sendiri memiliki berat 4 ton.
Permesinan
CC200 ditenagai oleh mesin ALCO 12-244E, 12 silinder dengan keluaran tenaga 1750 hp (hanya 1600 hp yang diteruskan ke generator). Mesin ini memiliki putaran saat idle 350 rpm, sementara putaran maksimumnya 1100 rpm. Mesin ini merupakan mesin 4 langkah (4 tak) yang dilengkapi dengan supercharger.
CC200 menggunakan generator tipe 5GT-581 buatan GE. Generator menghasilkan daya yang diteruskan ke 6 buah traksi motor tipe GE-761 yang terpasang di bogie penggerak. CC200 memiliki 3 generator bantu/auxiliaries generator, yaitu satu amplidyne exciter, satu generator bantu untuk mengisi baterai, penerangan, dan kontrol tenaga, serta satu generator bantu untuk menggerakkan blower traksi motor dan radiator. Governor tipe 17MG6D1 buatan GE ditanamkan sebagai “otak” mesin CC200. CC200 menggunakan dua jenis rem, yaitu rem vakum dan rem udara tekan. Untuk menggerakkan sistem rem, ekspresor tipe WCOV-9502 buatan Gardner Denver dipasang. CC200 menggunakan rem udara tekan tipe 14EL-V.
CC200 menggunakan baterai tipe Nife KD-28 buatan Svenska Ackumulator A-B Jungner, Swedia. Baterai tipe ini menggunakan potassium hidroksida sebagai larutan elektrolitnya. Baterai ini voltase antara 65-74 volt, dengan arus saat pengisian 84 ampere. Radiator dipasang di belakang kabin belakang, ditandai dengan adanya jaring-jaring besar di bodynya. Radiator didesain untuk menjaga mesin tetap dalam suhu ruangan (32 derajat celcius), dilengkapi dengan kipas elektrik yang memiliki dua tingkat kecepatan. Reverser dan relay lainnya dioperasikan secara elektro-magnetis.
Radiator dipasang pada sisi ujung panjang lok, dengan kisi-kisi besar terpasang di bodynya. Radiator didesain untuk menjaga suhu mesin tetap pada suhu ruangan (32 derajat celcius). Radiator CC200 dilengkapi dengan kipas elektrik yang memiliki dua tingkat kecepatan.
Meja Layan
CC200 menggunakan meja layan tipe control stand, dengan handle rem ditempatkan terpisah dari handle lainnya.
Handle dengan tulisan 1 sampai 4 di foto adalah handle throttle. Aslinya, CC200 memiliki 8 notch throttle. Namun banyak yang dipotong menjadi 6, atau 4. Handle yang menonjol di belakang adalah selector handle. Selector handle dapat dikatakan sebagai kopling CC200, karena berfungsi untuk mengatur transisi arus traksi motor (TM). Selector handle memiliki 5 kedudukan, yaitu Off, 1, 2, 3, dan 4. Posisi 1 berarti TM terhubung secara seri, digunakan pada kecepatan 0-26,5 km/jam. Posisi 2 berarti TM terhubung secara seri lapang lemah, digunakan pada kecepatan 26,5-33 km/jam. Posisi 3 berarti TM terhubung secara paralel, digunakan pada kecepatan 33-70 km/jam. Posisi 4 berarti TM terhubung pada posisi paralel lapang lemah, digunakan pada kecepatan 70-110 km/jam. Rantai pada foto digunakan untuk membunyikan klakson dengan cara ditarik. Sementara switch dibawah tulisan Muka adalah switch untuk lampu depan dan lampu semboyan.
CC200 memiliki kapasitas bahan bakar 1900 liter. Tangki bahan bakar diletakkan dibawah atap di sisi jaring radiator karena adanya bogie idle. Kapasitas minyak pelumas 750 liter, air pendingin 900 liter, dan pasir 600 liter. Pasir nantinya digunakan untuk menambah daya cengkram roda di rel basah. Pasir disemprotkan melalui pemasir ke depan roda.
CC200 memiliki kecepatan maksimal 110 km/jam. Starting traction effortnya 21.546 kg pada adhesi 30%, dan continous traction effort 13.426 kg pada kecepatan 27 km/jam. CC200 mampu menerjang genangan air dengan ketinggian maksimal 3 inci (7,5 cm) di atas kop rel. Daya traksi CC200 sendiri kurang maksimal akibat adanya bogie idle. Hal ini menyebabkan lok menjadi rentan selip pada tanjakan.
Dinasan
Dua unit CC200 tiba di tanah air pada 08 September 1953. Dua unit pertama ini tiba menggunakan kapal SS Steel Advocatie, dibongkar di Pelabuhan Tanjungpriok Jakarta. CC200 diturunkan dengan dipisah antara badan lokomotif dengan bogienya karena berat total lok yang cukup berat. Penurunan CC200 juga dibantu dengan crane terapung yang memiliki julukan “Gajah Laut”. Per November 1953, sudah datang 9 lokomotif yang seluruhnya digunakan untuk menarik KA Cepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Cirebon. Sementara pada Desember 1953, telah tersedia 18 lokomotif yang digunakan di lintas Jakarta-Bandung, Jakarta-Cirebon, dan Jakarta-Surabaya. Januari 1954, jumlah lokomotif telah lengkap 27 unit, namun hanya 20 unit yang didinaskan. Jumlah ini meningkat pada Februari 1954, dimana telah didinaskan sebanyak 26 unit, sementara 1 unit masih belum dapat didinaskan karena rusak. Kondisi ini bertahan hingga Mei 1954, saat akhirnya seluruh unit dapat didinaskan.
Pada Minggu, 13 Desember 1953, CC200 diuji jalan dengan rute Jakarta-Surabaya lewat Semarang. Uji jalan ini sekaligus uji jalan kereta kelas 3 baru milik DKA. Rangkaian terdiri dari satu unit CC200 yang menarik 13 kereta. Menteri Perhubungan Ir. Rooseno ikut dalam ujicoba ini. Tamu-tamu undangan dalam acara ini berasal dari Jakarta, Bandung, dan Cirebon. Di Semarang, Gubernur Jawa Tengah Budiono, dan Walikota Semarang Hadisubeno naik dan ikut serta dalam ujicoba ini. Selain itu, terdapat beberapa orang pegawai DKA yang menguji performansi lokomotif ini. Rangkaian berjalan tepat waktu dari Jakarta hingga Lamongan. Di Lamongan, KA ini harus menunggu bersilang dengan KA Lokal dari arah Surabaya. Akibatnya, KA terlambat 10 menit saat tiba di Surabaya Pasar Turi. Keesokan harinya, CC200 yang sama diujicoba menarik rangkaian di lintas Surabaya-Malang PP secara nonstop. Rangkaian ujicoba ini berangkat dari Surabaya Gubeng pukul 09.17, dan tiba kembali di Gubeng pukul 12.42. Hari Selasa, rangkaian uji coba kembali ke Jakarta melalui Madiun-Solo-Yogyakarta-Purwokerto-Cirebon. Dalam keterangan persnya, DKA menyatakan lokomotif baru ini akan digunakan untuk dinasan kereta api jarak jauh, dengan rencana penempatan di Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Selain itu, lintas Surabaya-Malang juga akan diprioritaskan untuk dinasan lokomotif baru ini.
CC200 mulai digunakan dalam dinasan KA Cepat Bandung-Jakarta PP (yang masih disebut sebagai “Vlugge Vier” oleh koran berbahasa Belanda) per 1 Desember 1953. KA Kilat “Eendaagse” Jakarta-Surabaya Pasar Turi serta KA-KA Cepat/Kilat lain menyusul kemudian. Pendinasan CC200 juga dibarengi dengan mulai digunakannya kereta-kereta baru seri 9000. Kereta baru ini memberikan kenyamanan yang lebih bagi penumpang dibanding kereta lama. Penggunaan lokomotif baru juga diharapkan akan memotong waktu perjalanan kereta api, seperti yang diulas dalam koran De Preanger Bode edisi Senin, 7 Desember 1953. Perjalanan-perjalanan KA Ekspres/Cepat ditambah per GAPEKA 1954 yang berlaku mulai 1 April 1954. Penambahan ini berkaitan dengan datangnya kereta-kereta baru serta lengkapnya jumlah CC200 menjadi 27 unit. Salah satu KA Cepat yang ditambah frekuensi perjalanannya adalah KA Patas Surabaya-Malang, yang perjalanannya ditambah dari 6 kali menjadi 8 kali atau dari 3 PP menjadi 4 PP. Seiring dengan CC200 yang beroperasi penuh, DKA menghabiskan 6.661.073 liter bahan bakar diesel (solar) pada 1954. Tahun berikutnya, jumlah ini naik menjadi 9.793.348 liter. Peningkatan ini dapat diterjemahkan sebagai maksimalisasi penggunaan CC200.
Pada 1955, CC200 digunakan untuk menarik KLB Rombongan Delegasi Konferensi Asia Afrika dari Jakarta ke Bandung.
Pada Kamis sore, 15 Agustus 1957, sebuah KA Cepat Malang-Surabaya yang dihela satu unit CC200 mengalami larat. KA ini mengangkut sekitar 200 orang penumpang. Sesaat setelah berangkat dari Stasiun Lawang, tiba-tiba kereta tidak dapat dikendalikan. KA melaju kencang melewati stasiun-stasiun, meninggalkan keheranan dan kengerian diantara penumpang yang berada di stasiun maupun para petugas DKA. Momen kritis terjadi saat KA mendekati Stasiun Bangil, dimana jalur KA dari arah Banyuwangi dan arah Malang bertemu. Dikutip dari koran De Preangerbode edisi Senin 19 Agustus, “Masinis telah mencoba segala hal untuk mengendalikan kereta api, serta rem darurat telah ditarik di kereta-kereta. Namun, hal ini tidak membuahkan hasil. Kondektur kemudian berkeliling, meminta penumpang untuk tiarap di lantai kereta”. Jalur di emplasemen Stasiun Bangil segera diarahkan ke arah Surabaya. Beruntung, tidak ada kereta datang dari arah Surabaya. KA yang larat ini kemudian melaju kencang melewati emplasemen Bangil, terus melaju ke arah Surabaya. Kepanikan terus melanda seluruh penumpang, karena apabila kereta tidak dapat dihentikan dengan segera, bukan tidak mungkin akan terjadi bencana yang menimbulkan korban jiwa. Namun, setelah melewati Stasiun Gununggangsir, kecepatan kereta terus berkurang, sampai akhirnya kereta berhenti dengan sempurna. Setelah kereta berhenti, para penumpang kemudian berhamburan keluar dalam kondisi ketakutan. KA dapat berhenti setelah melintasi rel yang sedikit menanjak. Kepala Eksplotasi Timur, Ir. Abuprajitno, yang ditemui De Preangerbode pada Jumat masih belum dapat memberikan keterangan tentang penyebab peristiwa ini, karena masih dalam penyelidikan. Menurut keterangan Bpk. Abdullah Widjaja, peristiwa ini disebabkan karena kesalahan dalam pemasangan pipa rem vakum di kereta. Akibatnya, KA menjadi tidak dapat direm. Menurut beliau, peristiwa ini sempat menjadi diskusi dalam kelas ADKA (Akademi Djawatan Kereta Api) yang dipaparkan oleh Dosen Teknik Lokomotif ADKA, Ir. Van Rhee.
Masalah suku cadang juga mulai menerpa CC200. Pada 1959, 12 unit CC200 tidak dapat beroperasi karena kekurangan suku cadang. Kebutuhan suku cadang kemudian dipenuhi, namun tidak bertahan lama, hanya sekitar dua tahun. Pada 1962, hanya 7 unit CC200 yang dapat beroperasi. Sisanya tumbang akibat kekurangan suku cadang. Jumlah lok yang rusak menurun pada 1963, menjadi 12 unit. Hal ini disebabkan karena kesulitan keuangan yang dialami oleh DKA/PNKA. Situasi ekonomi nasional yang tidak mendukung dikombinasikan dengan harga suku cadang ALCO yang cenderung mahal membuat pengadaan suku cadang menjadi bermasalah. Masalah ini berlanjut hingga akhir era CC200, dimana dukungan suku cadang merupakan salah satu hal penting yang tidak dapat dipenuhi dengan maksimal. Conrod bearing untuk CC200 terpaksa dibuat oleh BY Yogyakarta, namun kualitasnya tidak sebagus aslinya. Akhirnya, notch throttle dikurangi dari 8 menjadi 6 atau 4 agar conrod bearingnya tidak jebol.
Pada Minggu, 21 Oktober 1962, CC200 16 yang menghela KA 3 (Surabaya-Bandung) bertabrakan dengan KA Lokal yang dihela D52 sekitar 300 meter di sebelah barat Stasiun Malangbong (saat ini bernama Bumiwaluya). Kejadian yang terjadi pukul 16.45 ini mengakibatkan kedua KA mengalami kerusakan. CC200 16, sebuah kereta bagasi (DL), dan satu kereta kelas 3 (CL) anjlok, ditambah D52 yang juga anjlok beserta 3 kereta kelas 3 yang ditariknya.
CC200 27 bertabrakan dengan BB200 18 di Linggapura pada 17 November 1964. Beruntung CC200 27 dapat diperbaiki, sementara BB200 18 rusak berat dan tidak dapat diperbaiki lagi. Memasuki era 1970an, CC200 mulai lebih banyak digunakan untuk menarik KA Barang. Dinasan KA Penumpangnya mulai berkurang. CC200 lebih banyak ditemui menyeret rangkaian KA Barang TRS (Terusan) antara Jakarta Gudang-Semarang Gudang, yang berat rangkaiannya maksimal 900 ton. Di era 1970an, hanya sekitar separuh dari CC200 yang traksi motornya lengkap (6 buah). Sisanya “ompong”, hanya memiliki 4/5 buah traksi motor. Pada era 70an sampai akhir dinasnya, CC200 ditempatkan di Dipo Cirebon. Selain Barang TRS, CC200 juga digunakan untuk KA Pupuk, KA Lokal disekitar Cirebon (Cirebon-Cikampek, Cirebon-Tegal, dan Cirebon-Prupuk), serta sempat digunakan untuk berdinas KA Tebu (Pasirbungur-Babakan).
Pada 17 Juni 1973, pukul 19.50, KA 75 Pandanaran yang dihela BB200 35 ditabrak KA 2620 yang dihela CC200 01 di jalur satu stasiun Telawa. Kejadian ini diakibatkan karena mesin CC200 01 mati di rel yang menurun. Mesin yang mati dibarengi dengan kosongnya tangki udara yang membuat KA tidak dapat di rem. Masinis dan Juru Api KA 2620 menjadi panik karena KA melaju di turunan. Juru Api bergegas mencoba menyalakan kembali mesin. Masinis sendiri tidak dapat mengerem maupun memberikan semboyan bahaya atau semboyan ikat rem karena tidak ada udara di tangki udara. Akibatnya, KA 2620 larat, lalu masuk jalur 1 Telawa dan menabrak KA 75 yang sedang memasuki jalur 1. Akibat kejadian, dua lok rusak berat dan tidak dapat diperbaiki, dan 11 orang meninggal dunia.
Era 1980an menjadi tahun-tahun terakhir bagi sebagian besar CC200. Sempat muncul rencana repower bagi 11 unit CC200. Dalam rencana ini, lok akan diremajakan mesin dan komponen lainnya. Mesinnya sendiri akan diganti dengan mesin 7FDL buatan GE. Namun, rencana ini dibatalkan dan dana yang disiapkan akhirnya digunakan untuk membeli 11 unit BB203. Pada 1986, 17 unit CC200 dinyatakan afkir. Hanya tersisa CC200 02,04,08,09,11,12,15,21,24, dan 26 saja. Itupun akhirnya banyak yang diafkir di era 1990an. Di era 1990an, hanya tersisa CC200 08,09,15, dan 26 saja. Itupun 15 kondisinya sakit-sakitan, dimana 15 hampir diafkir pada 1995 (statusnya Konservasi).
Pada tahun 1995, CC200 hanya dijatah satu KA Barang Prujakan-Tegal PP, KLB Kerja, serta lok cadangan. CC200 08 rusak akibat dipaksa menjadi lok pengganti KA JSO751 Argolawu. CC203 yang menghela JSO751 mogok, dan CC200 08 menjadi lok penggantinya. CC200 08 dipaksa berlari 90 km/jam. Akibatnya, cylinder linernya jebol dan 08 dimatikan untuk menghidupi saudaranya. CC200 26 dikirim ke Balai Yasa Yogyakarta dan dirucat disana. CC200 09 akhirnya juga dimatikan untuk menghidupi CC200 15. Pada tahun 2000, hanya tersisa CC200 15 yang masih bisa digunakan.
Preservasi
Pada tahun 2001, sekumpulan railfans melalui Friends of CC200 mengajukan usulan preservasi CC200 15 ke PT KA. Usulan disetujui pada tahun 2002, dan proses rehabilitasi CC200 15 dimulai. 15 dicat menjadi kuning-hijau, dan “disehatkan”. Proses preservasi 15 akhirnya selesai pada tahun 2003, dan 15 dapat dipajang dalam peringatan 50 tahun masa dinas CC200.
Pada tahun 2008, CC200 15 ditarik ke Balai Yasa Surabaya Gubeng untuk dicat ulang. Perjalanan menuju Surabaya Gubeng dilakukan dari Jakarta, karena 15 harus menjemput NRU-38201 dari Jakarta yang akan dijadikan Djoko Kendil. Restorasi 15 dilakukan bersamaan dengan rehab dua kereta menjadi Djoko Kendil. Pada tahun 2009, 15 sempat akan digunakan menarik KLB RI1 dalam peresmian kembali Stasiun Tanjung Priok. Sayangnya, 15 rusak saat hari H, membuatnya harus digandeng CC203. CC200 15 dibiarkan dalam kondisi “rusak”, meskipun sempat dicoba dinyalakan kembali pada tahun 2013. CC200 15 dikirim ke Semarang Poncol pada Agustus 2015. Di Semarang Poncol, 15 kembali dicoba dinyalakan dengan dijumper ke CC201. Namun, mesin hanya menyala sebentar sebelum akhirnya mati kembali. Pada 04 Desember 2015 malam, CC200 15 dikirim ke Ambarawa menggunakan trailer. Kini, CC200 15 menjadi pajangan di Ambarawa. CC200 15 dicat ulang oleh IRPS untuk memperingati ulang tahun ke 20 IRPS pada Juni 2022. Saat ini, CC200 15 masih menjadi koleksi Museum Ambarawa, dan semoga saja dapat dihidupkan kembali.
Nasib tidak beruntung menimpa CC200 08 dan 09 yang dibiarkan begitu saja di kebun Balai Yasa Yogyakarta, bahkan CC200 08 diletakkan di tanah (unspoor) tanpa bogie. Kedua unit ini masih merana, menunggu nasib baik berpihak pada mereka.