Menu Tutup

Wacana D52 dari Jawa untuk Sumatera Selatan, 1980an

D52 yang sedang menjalani PA di Balai Yasa Madiun (Jim/Dick Comber)

Pada awal era 1980an, proyek KP3BAKA (Kelompok Proyek-proyek Pengangkutan Batubara dengan KA) mulai bergulir di Sumatera Selatan. Untuk kebutuhan proyek ini, akan dijalankan KA-KA Kerja yang mendukung peningkatan kapasitas lintas. Dibutuhkan sekitar 75 gerbong ballast, 74 gerbong datar, dan 7 lokomotif untuk berdinas KA Kerja ini. Namun, lokomotif yang tersedia di Sumatera Selatan belum mampu memenuhi kebutuhan untuk KA Kerja. D52 milik ESS (Eksplotasi Sumatera Selatan) yang tersedia hanya satu unit. Sementara itu, dari 12 unit lok D50, hanya 4 unit lok yang masih beroperasi. Apabila unit-unit D50 yang tidak beroperasi dapat dihidupkan kembali, dapat tersedia 8 unit lokomotif untuk berdinas KA Kerja. Namun, untuk menarik 1 KA Kerja diperlukan 2 unit D50, sehingga dari rencana 7 perjalanan KA Kerja per hari hanya mampu dipenuhi 5 perjalanan apabila mengandalkan D52 dan D50 milik ESS.

Salah satu wacana untuk mendukung kebutuhan proyek KP3BAKA adalah menyehatkan 7 unit D52 di Jawa untuk kemudian dikirim ke Sumsel. Di luar biaya PA, ada tambahan biaya untuk :
-Penggantian vlampijp 100 buah per lok
-Melengkapi kopel stang tiap lok
-Rehabilitasi tender
-Modifikasi kembali ruang bakar dari olie stoker (bahan bakar minyak residu) menjadi kolen stoker (bahan bakar batubara)

1979/1980 menjadi tahun terakhir PA Lok Uap di Balai Yasa Madiun, dengan target 20 unit. Pada November 1980, sudah diselesaikan 9 unit lok, dalam pengerjaan 7 lok, dan yang belum dikerjakan 4 lok. Targetnya, pada Januari 1981 program INKA sudah dapat dimulai. Karenanya, 20 unit ini menjadi pekerjaan PA Lok Uap terakhir BY MN. Pada periode yang sama, BY MN juga mengerjakan rehabilitasi 77 unit kereta, PA 15 kereta untuk periode 1980-81, merakit 20 unit GW, serta pembuatan suku cadang.

Terdapat kendala dimana kebutuhan lok untuk KP3BAKA ini bersifat mendesak, sementara produksi BY MN dalam posisi cukup tinggi bebannya. Salah satu solusinya adalah mengambil 4 lok dari target PA 1979/80 untuk kemudian mencari sisanya. BY MN juga meminta tambahan dana untuk proses rehabilitasi lok ini.

Selain masalah kapasitas produksi BY MN, terdapat masalah dari calon unit yang akan dikirim ke Sumsel. D52 milik Jawa yang masih menggunakan peti api tembaga rata-rata kondisi peti apinya rusak. Hal ini disebabkan karena konversi bahan bakar dari batubara ke residu yang memiliki nilai panas lebih tinggi tanpa perubahan jenis peti api. Peti api tembaga tidak didesain untuk nilai panas tinggi, sehingga apabila bahan bakar lok diganti menjadi minyak residu, peti api tembaga menjadi cepat rusak. Dari survei sementara, terdapat 3 unit D52 dengan peti api tembaga yang kondisinya masih baik yang disimpan di BY MN. Namun ketiganya dalam kondisi kekurangan suku cadang karena tidak lagi dijatah PA dan suku cadangnya dikanibal, atau istilahnya roofbouw. Sisa 4 unit akan dicarikan dari D52 di seluruh penjuru Jawa.

Biaya rehabilitasi/PA 1 unit D52 diperkirakan sebesar 21-22 juta rupiah, dengan tambahan biaya bagi lok yang diambil dari lok yang di PA pada 1979/80 sekitar 12,6 juta. Total biaya yang dibutuhkan sebesar 115,2 juta rupiah untuk 7 unit D52. Apabila dananya ada, BY MN menyanggupi untuk mengerjakannya selama 5 bulan, atau sekitar Desember 1980 hingga April 1981.

Namun, rencana pengiriman D52 ini kandas. Sepertinya kebutuhan KA Kerja bagi KP3BAKA ditangani sendiri oleh ESS dengan lok eksisting, ditambah kiriman BB200 dari Jawa, melengkapi BB200 yang sudah dikirim sebelumnya.

Teks diambil dari “Penyiapan 7 Lok D52 untuk KA Kerja BAKA ESS dari Jawa/BY MN” dan “Suatu Tinjauan Kebutuhan Loko dan Gerobag untuk KA Kerja BAKA ESS” milik Ir. Sandjojo (Kepala Proyek KP3BAKA), koleksi Bpk. Harriman Widiarto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Diperbolehkan Menyalin Isi Laman Ini